Mas Dhito di Hari Santri: Jihad Tak Lagi dengan Senjata, Tapi dengan Ilmu dan Akhlak Mulia
![]() |
| Foto : Mas Dhito saat peringatan hari Santri: Jihad Tak Lagi dengan Senjata, Tapi dengan Ilmu dan Akhlak Muli |
MediaSINDO.Net – Kediri.
Udara pagi di Stadion Canda Bhirawa, Pare, terasa berbeda pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Ribuan santri bersarung dan berseragam putih-putih berdiri tegak di bawah sinar matahari yang hangat.
Mereka bukan sekadar peserta apel, tapi penjaga moral bangsa yang tengah memperingati Hari Santri Nasional bersama Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana.
Di tengah barisan panjang itu, suara takbir dan shalawat bergema, menciptakan suasana haru sekaligus kebanggaan.
Mas Dhito, bupati muda yang dikenal dekat dengan kalangan pesantren, memimpin apel dengan penuh khidmat.
Suasana hening ketika ia membuka sambutannya dengan pesan sederhana namun dalam maknanya:
“Kabupaten Kediri ini kaya akan pesantren. Ada 193 pondok dengan lebih dari setengah juta santri. Dari merekalah moral bangsa ini dijaga.”
🟤 Santri dan Pondok, Penjaga Karakter Bangsa
Bagi Mas Dhito, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi penyangga moral masyarakat.
Di tengah perubahan zaman, di saat banyak nilai tergerus modernitas, santri tetap menjadi benteng kesederhanaan, kejujuran, dan akhlak.
Pemkab Kediri, katanya, akan terus menjaga denyut kehidupan pesantren agar tetap hidup dan berdaya.
Meski anggaran daerah mengalami penyesuaian akibat pengurangan transfer dari pusat, program keagamaan tak boleh berhenti.
Ia menegaskan, “Membangun moral dan iman tak bisa ditunda, karena di situlah masa depan bangsa disemai.”
🟤 Bantuan untuk Pesantren dan Guru Agama Terus Berlanjut
Dalam apel itu, Mas Dhito menyampaikan bahwa bantuan stimulan untuk pondok pesantren berkembang tetap dilanjutkan, meskipun jumlah penerima disesuaikan.
Dari 51 pondok yang terdaftar, 10 pondok pesantren akan menerima dukungan tahun ini.
Program bisyaroh (insentif) bagi guru madrasah diniyah dan guru agama non-Muslim, yang digagas sejak 2021, juga tetap berjalan.
Hingga kini, 9.500 guru telah menerima insentif dan terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, dengan target 15.000 guru pada tahun berikutnya.
Tak hanya itu, beasiswa bagi santri dan hafidz juga digulirkan untuk 140 penerima, sebagai bentuk apresiasi terhadap mereka yang menjaga Kalamullah di dada dan amal.
🟤 Makna Jihad di Zaman Sekarang
Mas Dhito mengajak santri untuk memahami makna jihad yang sejati.
Ia mengingatkan, Hari Santri 22 Oktober berakar dari Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari tahun 1945 di Surabaya — seruan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Namun di era sekarang, jihad memiliki bentuk yang berbeda.
“Jihad hari ini bukan lagi mengangkat senjata. Tapi bagaimana kita berjuang menegakkan ilmu, menjaga akhlak, dan memperkuat nilai-nilai keagamaan,” tegasnya.
Baginya, menjadi santri berarti menjadi pejuang dalam sunyi — berperang melawan kebodohan, kemalasan, dan kemerosotan moral.
🟤 Menjaga Kediri Tetap Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur
Seruan itu disambut gemuruh takbir dan tepuk tangan para santri.
Bagi mereka, ucapan itu bukan sekadar pidato, melainkan pesan kebangsaan yang lahir dari hati seorang pemimpin muda yang memahami denyut keagamaan rakyatnya.
“Bersama seluruh santri dan pesantren, mari kita jaga Kabupaten Kediri agar tetap menjadi kabupaten yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” ucap Mas Dhito menutup sambutannya.
Langit Pare siang itu terasa sejuk, seolah ikut bersaksi atas semangat yang berkobar di dada ribuan santri.
Di pundak mereka, harapan tentang generasi berilmu, berakhlak, dan berjiwa jihad itu kini tumbuh — bukan dengan pedang dan peluru, tapi dengan pena, doa, dan keteladanan.
(RD)

Posting Komentar